Kamis, 30 April 2009

aPLIKASI E-HEALTH PADA RUMAH SAKIT JIH

I. Pendahuluan

Teknologi informasi saat ini sudah menjadi bagian dari kehidupan dan bisnis modern, tidak terkecuali dalam pelayanan kesehatan. Dalam bidang pelayanan kesehatan, jargon yang sering digunakan adalah e-healthcare atau yang lebih luas lagi adalah e-health. Akan tetapi, sektor ini relatif jauh tertinggal dibandingkan bidang lainnya dalam mengadopsi teknologi informasi. Meskipun sudah semakin banyak yang mengadopsi (early adopters), ternyata risiko kegagalan implementasinya cukup besar.

E-health’ seharusnya dipandang sebagai suatu pola pikir, sikap dan komitmen dalam upaya peningkatan pelayanan kesehatan melalui pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK), bukanlah sekadar komputer dan jaringannya, halaman web atau hanya sebatas infrastruktur komunikasinya saja. Kemunculan e-health didorong oleh faktor penghematan (efisiensi biaya pelayanan kesehatan yang makin meningkat), tuntutan keselamatan pasien, harapan peningkatan kualitas kerja, perlunya alat pendukung keputusan klinis (di tengah pola penyakit yang semakin kompleks), serta adanya peluang pengembangan berbasis TIK. Di era pelayanan kesehatan berbasis informasi ini, digambarkan dengan penyedia layanan yang aktif mempromosikan kesehatan, bukan hanya sekadar mengelola penyakit. Tenaga profesional mendukung upaya mandiri masyarakat mewujudkan kesehatannya. Tetapi bukan berarti mendiagnosis diri sendiri (self diagnosis).

E-health mencakup Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS), berbagai teleheath, telecare, telemedicine, sistem pendukung keputusan klinis, surveilans kesehatan dan pembelajaran elektronik (e-learning) dalam rangka pendidikan kedokteran berkelanjutan (medical continuing education) atau pengembangan keahlian berkelanjutan (continuing professional development). Tantangan E-health diantaranya : etika (bentuk hubungan baru pasien-dokter), legalitas, keamanan, keakuratan informasi, kesenjangan digital (akses, kemampuan pakai, dukungan teknis, keragaman penerima informasi), sumber daya manusia, infrastruktur, finansial, kelangsungan kegiatan, dukungan pimpinan, partisipasi yang berkepentingan dan penerimaan e-health itu sendiri.

Secara elektronik pula, rekam medis (RM) mendapat tambahan perlindungan hukum dengan disahkannya Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Adopsi TI dalam pelayanan kesehatan merupakan suatu inovasi. Dalam perluasan dan penerapannya tetap mengikuti prinsip / fase difusi informasi (individu dan organisasi). Adopsi pada individu, dikenal adanya fase pengetahuan, persuasi, keputusan, implementasi dan konfirmasi.

Ada fase awal yang menimbulkan ketertarikan terhadap suatu teknologi (technology trigger), diikuti fase puncak (peak of inflated expectations) dimana muncul pengharapan berlebihan. Jika menghasilkan kegagalan, teknologi itu akan ditinggalkan dengan cepat (through of disillusionment). Tetapi para peneliti tetap berusaha mencari strategi lain terkait teknologi tersebut (slope of enlightenment). Pada fase kemapanan teknologi, banyak kalangan telah menerimanya. Berlanjut ke generasi kedua / ketiga, dan seterusnya hingga target pasar tertentu (plateau of productivity). Kegagalan adopsi TI bisa terkait dengan produknya sendiri yang dianggap gagal atau bisa juga karena kegagalan sistem. Beberapa contoh di lapangan, misalnya komputer yang seharusnya diperuntukkan sebagai penunjang sistem informasi digunakan tidak sebagaimana mestinya seperti untuk permainan komputer (game), digunakan bukan oleh petugas terkait, atau ada satu operator yang harus bekerja dengan 2 unit komputer yang masing-masing memiliki 2 aplikasi (sistem informasi) berbeda (termasuk belum terintegrasinya peranti lunak Askes dan sistem informasi keuangan institusi pelayanan kesehatan). Ada juga yang telah memiliki aplikasi sistem keuangan, tetapi ternyata tidak memenuhi kebutuhan RS yang bersangkutan.

Ukuran kegagalan / keberhasilan dapat meliputi administratif, teknis, pengguna, fungsi, dampak. Lebih banyak tergantung pada aspek organisasional. Kegagalan dapat bersifat alamiah sebagai bagian dari sistem yang mengalami penuaan. Adopsi TI terkait juga dengan aspek validasi, seleksi dan implementasi. Kemampuan adaptasi, aspek politis, maturitas teknologi dan taktik manajemen sangat dibutuhkan sebagai strategi implementasi untuk mencapai keberhasilan. Walaupun tetap ada risiko kegagalan.

Jogja International Hospital (JIH) sebagai salah satu rumah sakit baru di Jogja, dituntut untuk selalu memberikan pelatyanan yang terbaik bagi pasiennya. JIH yang berada di bawah PT Unisia Medika Farma yang 100% sahamnya dimiliki oleh Badan Wakaf Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta dengan menggunakan konsep manajemen syariah telah menerapkan antrian pasien elektronik, SIMRS, terkoneksi Internet dengan kabel maupun nirkabel. Dalam pengembangannya, JIH mengadopsi sistem pembayaran / keuangan dari RS OMC (Omni Medical Centre) Jakarta yang dikembangkan menjadi berbasis rekam medis. Dilakukan juga swakelola berbasis rekam medis meniru sistem di RSPJ (RS Pertamina Jaya) Jakarta. Bagian utama SIM JIH meliputi rawat jalan, rawat inap, penunjang medis, farmasi & gudang umum, keuangan. Saat awal implementasi, belum semua dokter dapat menggunakan SI yang tersedia, sehingga berlangsung sistem manual dan elektronik berbarengan. Penerapan TI difokuskan pada penyelenggaraan farmasi dan pembayaran. Untuk menerapkan TI menyeluruh pada tiap layanan di JIH, diterapkan juga pola “dokter entry”. Walaupun diakui, pola ini kadang berubah menjadi “perawat entry”. Disebutkan bahwa tidak semua dokter menyadari betapa pentingnya fungsi dokter dalam pelaksanaan sistem TI di JIH. Terkait “perawat entry” dan isu medical error, disampaikan bahwa dokter yang bertugas tetap memegang tanggung jawab terhadap segala keterangan medis yang dimasukkan oleh perawat (sebagai operator). Pada prinsipnya, tiap dokter memiliki kode akses / sandi lewat tersendiri. Hal ini tentu akan menjadi perhatian tersendiri dimana UU ITE telah disahkan. Terkait “perawat entry” dan isu medical error, disampaikan bahwa dokter yang bertugas tetap memegang tanggung jawab terhadap segala keterangan medis yang dimasukkan oleh perawat (sebagai operator). Pada prinsipnya, tiap dokter memiliki kode akses / sandi lewat tersendiri. Hal ini tentu akan menjadi perhatian tersendiri dimana UU ITE telah disahkan.

Sistem yang diadopsi dari RS lain dikembangkan oleh Tim TI JIH secara bertahap sesuai kebutuhan RS. Proses implementasi masih dilakukan secara bertahap dimana menggabungkan cara elektronik dengan cara manual (sebagai cadangan). Nantinya cara manual akan dikurangi bertahap sejalan dengan meningkatnya komitmen operator. Hingga sekarang, perawat sekaligus sebagai operator dalam memasukkan data medis. Telah terjadi integrasi bagian depan dengan bagian pelayanan di masing-masing unit. Diharapkan sistem TI di unit rekam medis mengarah pada Decision Support System, integrasi perangkat penunjang diagnostik, kontrol jarak jauh atau dukungan pada pengambilan keputusan tanpa berada di RS serta pemeliharaan jaringan yang lebih optimal.

II. Pembahasan

    1. Pengertian E-health

E-Health merupakan aplikasi teknologi komunikasi dan informasi yang mencangkup keseluruhan cakupan fungsi yang mempengaruhi sektor kesehatan. e-Health memiliki arti yang luas bukan hanya sekedar internet atau dotcom saja. e-Health merupakan solusi Enterprise di bidang kesehatan karena melibatkan masyarakat, rumah sakit, puskesmas, perguruan tinggi, produsen obat, industri farmasi, dan sebagainya. Bila dipadukan dengan SIAK (Sistem Informasi dan Administrasi Kependudukan) , baik dalam lingkup nasional, regional, dan daerah, e-Health sangat membantu optimalisasi sistem kesehatan rakyat masa datang. Electronic Medical Records (EMR) merupakan bagian fundamental dari e-Health. EMR memberikan fasilitas sharing data medical record antar institusi kesehatan (Rumah Sakit, Puskesmas, dll).

E -Health merupakan solusi enterprise di bidang kesehatan dimana Proses Digital Medical Records (DMR) atau rekam medis elektronik merupakan segmen fundamental dari e-Health. Hal ini dikarenakan DMR memberikan fasilitas pertukaran data antarlembaga kesehatan seperti rumah sakit, puskesmas, perguruan tinggi, dan perseorangan. Sistem ini dapat menyimpan sejarah rekam medis seorang pasien dari lahir sampai meninggal. Kelebihan rekam medis elektronik antara lain memungkinkan akses yang simultan dari lokasi berbeda, mengurangi kesalahan interpretasi data, penyajian yang variatif, mempercepat pembuatan keputusan, dan membantu analisis data. Kondisinya akan bertambah sempurna jika disertai kapasitas penyimpanan multimedia untuk foto rontgen, rekaman suara, diagram, laporan patologi, dan lain-lain.

Aplikasi e-Health melahirkan lompatan yang luar biasa dalam sektor kesehatan seperti surveilans epidemiology, telemedicines, prescribing, dan sistem informasi geografis (SIG) kesehatan. Untuk mengembangkan aplikasi e-Health, penting diperhatikan standar Dicom (Digital Imaging and Communications in Medicine). Standar ini memungkinkan data-data hasil pemeriksaan radiologi untuk disimpan atau ditransmisikan dengan menggunakan format tertentu. Cakupan standar Dicom tidak hanya berkisar pada masalah penyimpanan dan penyajian data radiologi, namun semakin berkembang ke arah integrasi instrumen radiologi dengan protokol jaringan komunikasi tertentu.

Surveilans epidemiology merupakan kumpulan data penyakit yang diobservasi untuk mengetahui tren dan mendeteksi perubahan kejadian penyakit secara dini. Pola dan distribusi penyakit juga mudah diamati berdasarkan area geografis, usia, komunitas, dan sebagainya. Prosedur pengumpulan data secara manual dapat digantikan dengan digitalisasi yang lebih cepat, akurat, dan hemat. Apalagi jika jarak lokasi kejadian dan tempat pengumpulan data sangat berjauhan. Lompatan luar biasa lainnya adalah mengenai telemedicine, yakni pemanfaatan TIK untuk memberikan informasi dan pelayanan kesehatan atau kedokteran dari suatu lokasi ke lokasi lainnya. Telemedicine bisa diartikan sebagai akses cepat untuk memberikan keahlian medis secara jarak jauh. Dalam kondisi gawat darurat atau bencana alam, telemedicine sangat penting karena dapat mempercepat tindakan medis.

Data medis seperti foto resolusi tinggi, gambar radiografi, rekaman suara, rekam medis pasien, konferensi video kesehatan juga dapat ditransfer ke lokasi lain yang berjauhan. Pelayanan kesehatan interaktif tersebut juga dapat menggunakan media audio visual untuk konsultasi, diagnosis, dan pengobatan, termasuk proses pendidikan dan latihan kepada penyedia kesehatan dan masyarakat luas. Telemedicine melahirkan subaplikasi seperti teleradiologi, teledermatologi, telepatologi, dan telefarmasi. Sistem informasi geografis (SIG) di bidang kesehatan sangat berguna untuk menampilkan berbagai peta tematik kesehatan. SIG sangat membantu otoritas kesehatan untuk mengambil kebijakan secara cepat dan tepat. Dalam hal ini, hasil-hasil dari surveilans epidemiology dalam format SIG bisa ditampilkan secara fleksibel melalui internet. Kemudian, jika SIG kesehatan diintegrasikan dengan SIG kependudukan, hal itu merupakan suatu infrastruktur data yang bermutu tinggi untuk menentukan kebijakan pembangunan berkelanjutan.

Selain itu, dengan e-Health mekanisme prescribing atau sistem resep obat secara online juga bisa dilakukan. Dalam hal ini pasien hanya berurusan dengan institusi pelayanan kesehatan, sedangkan resep obat akan diatur secara otomatis. Yakni, mulai dari persediaan obat sampai dengan pembayaran ditangani oleh pihak asuransi kesehatan. Mekanisme di atas juga bisa mengeliminasi tindakan mafia obat dan memudahkan kontrol pemerintah dan publik dalam hal harga dan distribusi obat-obatan.










2.2 Arsitektur Jaringan eHealth


Gambar berikut ini adalah arsitektur jaringan eHealth, dimana arsitektur jaringan eHealth terdiri dari 3 lapis yaitu :

  1. EIS Tier yang merupakan repository data (EMR),

  2. Middle Tier yang terdiri Application Server dan Web Server. Pada middle tier ini, eHealth menggunakan Enterprise Application Integrator.

  3. Client Tier, merupakan lapisan yang berhubungan langsung dengan user.

Sumber : www.tenagakesehatan.co.id



2.3 Optimalisasi layanan informasi kesehatan untuk pemberdayaan masyarakat

Diberlakukannya UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan juga UU yang terkait dengan pelayanan kesehatan, merupakan payung dan landasan hukum dikembangkannya e-health, sebagai flagship kedelapan menyusul 7 flagship terdahulu yang sudah eksis. Pemanfaatan Aplikasi Telematika, terasa semakin mudah, murah, terjangkau, sehingga faktor jarak bukan lagi menjadi masalah, fenomena ini nampak dari pertumbuhan pemakai ponsel (HP) dan maraknya operator dan system yang terus berkembang sejalan dengan kemajuan teknologi di bidang telekomunikasi, seperti teknologi wimax

Pengembangan e-health yang infrastrukturnya didukung sepenuhnya oleh PT. Telkom, diharapkan dapat dimanfaatkan dan memenuhi visi/misinya sesuai acuan pada blue print yang sejalan dengan kebijakan nasional maupun amanat dari Undang - Undang terkait. Sarana yang di set-up, diharapkan dapat meningkatkan H.D.I (Human Development Index) Indonesia, serta mampu meningkatkan mutu pelayanan sarana pelayanan kesehatan, profesionalisme korps kesehatan yang pada akhirnya berpengaruh besar terhadap derajat kesehatan dan keterjangkauan atas pelayanan promotif dan preventif, utamanya pada remote area dan masyarakat miskin di pedesaan. Termasuk meningkatkan rasio perbandingan jumlah dokter dan fasilitas tempat tidur di rumah sakit per penduduk, yang saat ini masih sangat memprihatinkan.

Salah satu bentuk pelayanan publik yang tidak kalah pentingnya di antara jenis-jenis pelayanan publik lainnya adalah layanan informasi kesehatan kepada publik. Tersedianya infrastruktur atas jaringan Telekomunikasi – Sistem Informasi yang bersifat on-line dan real time, pada saat ini semakin terjangkau serta mampu meng-akses (link) antar rumah sakit – klinik – dokter – apotik – asuransi – bank – distributor - pabrik obat & alkes, merupakan kebutuhan mendesak dan sudah waktunya untuk dimanfaatkan secara optimal oleh semua pihak yang berkompeten. Jogja Internasional Hospital akan memanfaatkan sarana e-health yang telah dibangun. Saat ini JIH sebagai rumah sakit lokal yang berskala International selalu berupaya memberikan pelayanan yang terbaik dengan pengembangan sarana e-healthnya yang terus dalam pengembangan, mengikuti kebutuhan para konsumennya.

2.3.1 Kemampuan Sistem

Secara global, sistem yang ideal tentu dapat mengurangi beban kerja masing-masing unit pelayanan. Secara detil (meskipun tidak keseluruhan), dapat digambarkan sebagai berikut:

  1. 1) Dapat mengurangi beban kerja sub-bagian rekam medis dalam ‘menangani’ berkas rekam medis.

Sub-bagian rekam medis memang sub-bagian yang paling direpotkan dengan berkas rekam medis. Dari coding, indexing, assembling, filing, dsb semua dihandle oleh sub-bagian ini. Dengan adanya sebuah sistem informasi, seharusnya paling tidak dapat menggantikan fungsi koding pada sub-bagian rekam medis.

Sebagian besar rumah sakit di indonesia, masih menggunakan petugas rekam medis ataupun kurir dalam mendistribusikan berkas ke masing-masing pelayanan. Beberapa rumah sakit sudah menggunakan teknologi ‘lift’ sebagai sarana transportasi berkas ke pelayanan-pelayanan ataupun kembali ke tempat penyimpanan (filing).

2) Dapat mengurangi pemakaian kertas (paperless).

Dengan sistem yang terkomputerisasi, pemakaian kertas yang bisa dipangkas antara lain :

    1. • Lembar-lembar rekam medis yang tidak berhubugan dengan masalah autentikasi atau aspek hukum.

    2. • Laporan masing-masing unit pelayanan (karena semua laporan sudah terekap oleh sistem).

    3. • Rekap Laporan (RL) 1 – 6 yang dikirim ke dinas kesehatan.

  1. 3) Dapat berkomunikasi dengan sistem lain pada pelayanan kesehatan lain

Web Service design ,saat ini merupakan wacana yang terus digulirkan dalam membuat dan mengembangkan aplikasi ini. Aplikasi ini sangat berguna pada kasus rujukan (baik dirujuk ke atas atau ke bawah). Dalam sistem manual, prosedur rujukan adalah dengan mengirimkan kopian lembar resume medis pasien, dan membawa 1 atau 2 perawat yang mengantarkannya. Kesulitan dalam mengaplikasikan sistem ini adalah tidak adanya standard sistem informasi rumah sakit di Indonesia. Masing-masing rumah sakit meluncurkan sistem mereka yang baru dari vendor terkenal, kemudian rumah sakit lain ikut-ikutan me-launcing sistem dengan vendor yang lain. Tidak adanya komunikasi antar vendor dan tidak adanya kesepakatan penanganan komunikasi antar sistem (yang seharusnya ditengahi oleh pemerintah dengan mengeluarkan prosedur standard sistem informasi rumah sakit) mengakibatkan hal ini sulit dilaksanakan. Tantangan lain dalam pengaplikasian web service design ini adalah masalah security


III. Penutup

3.1 Kesimpulan

eHealth dalam berbagai hal dapat meningkatkan akses ke pelayanan kesehatan dan meningkatkan kualitas dan efektifitas dari pelayanan yang diberikan. Aplikasi atau solusi eHealtheHealth meliputi aplikasi untuk para profesional dan otoritas kesehatan yang lebih baik daripada sistem kesehatan pribadi untuk masyarakat dan pasien. meliputi produk, sistem dan pelayanan yang menjadi lebih sederhana dengan aplikasi berbasis internet.

Pembentukan Web Service design ,saat ini merupakan wacana yang terus digulirkan dalam membuat dan mengembangkan aplikasi ini. Aplikasi ini sangat berguna pada kasus rujukan, entah dirujuk ke atas atau ke bawah. Jogja International Hospital sebagai salah satu pelopor rumah sakit yang menerapkan e-health sebaiknya menjembatani dalam pembentukan standard sistem informasi rumah sakit di Indonesia, untuk membentuk sistem yang terintegrasi dengan melakukan kerjasama dengan data-data rekam medis konsumen di Indonesia.



3.2 Rekomendasi

Saran dalan Pembuatan aplikasi e-health :

  1. Ambisius tetapi praktis (think globally, act locally).

  2. Mengutamakan pertukaran informasi, bukan sekadar adopsi.

  3. Memanfaatkan yang sudah ada secara optimal.

  4. Kustomisasi sesuai kebutuhan diikuti pengembangan sumber daya manusia.

  5. mengutamakan kebutuhan pengguna dan pola kerja mereka.

  6. Identifikasi hambatan adopsi dan pertukaran informasi.


Sabtu, 12 Juli 2008

Emansipasi Wanita

semua laki-laki adalah seorang bastard.

yang membedakan satu dengan yang lainnya hanya kadar dari bastard itu sendiri, apakah dia bastard yang sadar akan kapasitasnya atau sebaliknya.
kami, laki-laki, berhak untuk menjadi bastard karena tanggung jawab yang kami junjung sejak dilahirkan sampai mati nanti menuntut kami untuk menjadi orang yang tegar, kuat dan kasar.

bayangkan, sejak lahir kami sudah diembel2i sebuah caption bernama 'sang penerus garis keturunan', lalu saat kami sudah beranjak remaja sebuah caption bernama 'pelindung saudari-saudarinya' menempel pada punggung kami, dan saat kami sudah dewasa caption lain bernama 'kepala keluarga' menjadi beban kami.

namun saat kami menikmati hak kami sebagai seorang bastard sebuah kata tertulis 'emansipasi wanita' muncul ke permukaan dan lambat laun mengambil alih hak kami sebagai seorang bastard. banyak dari wanita yang sekarang juga menjadi seorang bastard. menurut mereka apa yang menjadikan hal itu sebagai hak mereka padahal tidak ada caption-caption khusus untuk mereka selain sebagai pendukung dan pasangan kami. tidak ada wanita yang mendapatkan caption 'sang penerus garis keturunan' saat dilahirkan; tidak ada caption 'pelindung saudara-saudaranya' saat mereka beranjak remaja, malahan mereka lah yang selalu menuntut kami untuk menjadi pelindungnya secara langsung maupun tidak langsung; dan tidak ada wanita yang mendapatkan caption 'kepala keluarga' saat menjadi dewasa, karena sesungguhnya yang ditunjuk bertanggung jawab terhadap keluarga oleh masyarakat adalah kami.

kita tidak seharusnya berlomba-lomba untuk berdiri lebih depan, kewajiban kami lah yang seharusnya berdiri lebih depan dan kapabilitas kalian terhenti saat kita sudah berdiri sejajar. namun apabila mereka merasa mampu untuk berdiri lebih depan, coba saja! kita lihat sampai berapa lama mereka menjunjung nama 'emansipasi wanita' sampai akhirnya mereka mengeluh dan berkata 'kan kamu laki-laki...', fuck that all!!! apa kabar dengan emansipasi wanita mereka?? apakah mereka mengalami apa yang disebut amnesia sesaat sehingga lupa saat-saat mereka mengutarakan ideologi-ideologi mereka?

mereka pikir mudah untuk menjadi seorang bastard yang gentleman sehingga dapat melakukan kewajiban yang harusnya dipikul...
mereka seharusnya memikirkannya lagi...
dan lagi...

Senin, 07 Juli 2008

Tim Robotik Surabaya Wakili Indonesia ke Yokohama


JAKARTA, MINGGU - Tim robotik Evolution Project dari Surabaya berhasil meraih medali emas dan piala kategori senior pada Invitation for Indonesian Robot Olimpiad 2008, setelah pada final robot rancangan kakak-adik Hilbert Philip (kelas 1 SMA) dan Claudia Angelina (kelas 2 SMP) satu-satunya yang menyentuh garis finis.

"Kami senang mendapat juara dan mewakili Indonesia pada 5th World Robotic Olimpiad, di Yokohama, Jepang November 2008. Tahun lalu kami hanya meraih juara kedua," kata Hilbert seusai menerima medali dan piala, lalu buru-buru menunju bandara untuk pulang ke Surabaya, Minggu (6/7) malam.

Juara kedua dan ketika masing-masing tim robotik Intro dan Ultimate, keduanya dari Jakarta. Pada finis di papan lintasan, robotnya tak mencapai garis finis, namun peringkat diukur berdasarkan jarak tempuh. Lintasan yang semula pakai halang rintang akhirnya disepakati panitia untuk ditiadakan.

Untuk kategori yunior, tim robotik DK dari Medan, Sumatera Utara, berhasil membawa pulang medali emas dan piala, setelah pada final di papan lintasan berhasil mencapai garis finis. Tim DK diperkuat Damario Wijaya dan Kendrick Davichi, juga akan mewakili Indonesia pada Olimpiade Robot Dunia ke-5 di Yokohama, Jepang.

Sedangkan juara kedua dan ketiga masing-masing tim robotik Smart Robo asal Semarang dan Educare dari Surabaya. Khusus kategori yunior, waktu prosesing pembuatan dan pemograman ditambah dari 1 jam menjadi 1 jam 10 menit. Karena tidak ada yang bisa melewati lintasan dengan baik, panitia lantas mengizinkan seorang trainer membantu timnya.

NAL